Minggu, 19 Desember 2010

BAB IV

TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN

Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (selanjutnya dalam artikel akan disingkat CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan. CSR berhubungan erat dengan "pembangunan berkelanjutan", perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang.

Perhatian terbesar dari peran perusahaan dalam masyarakat telah ditingkatkan yaitu dengan peningkatan kepekaan dan kepedulian terhadap lingkungan dan masalah etika. Masalah seperti perusakan lingkungan, perlakuan tidak layak terhadap karyawan, dan cacat produksi yang mengakibatkan ketidak nyamanan ataupun bahaya bagi konsumen adalah menjadi berita utama surat kabar. Peraturan pemerintah pada beberapa negara mengenai lingkungan hidup dan permasalahan sosial semakin tegas, juga standar dan hukum seringkali dibuat hingga melampaui batas kewenangan negara pembuat peraturan (misalnya peraturan yang dibuat oleh Uni Eropa. Beberapa investor dan perusahaam manajemen investasi telah mulai memperhatikan kebijakan CSR dari Surat perusahaan dalam membuat keputusan investasi mereka, sebuah praktek yang dikenal sebagai "Investasi bertanggung jawab sosial" (socially responsible investing).

Banyak pendukung CSR yang memisahkan CSR dari sumbangan sosial dan "perbuatan baik" (atau kedermawanan seperti misalnya yang dilakukan oleh Habitat for Humanity atau Ronald McDonald House), namun sesungguhnya sumbangan sosial merupakan bagian kecil saja dari CSR, menganjurkan dan mendorong para pekerjanya untuk sukarelawan (volunteer) dalam mengambil bagian pada proyek komunitas sehingga menciptakan suatu itikad baik dimata komunitas tersebut yang secara langsung akan meningkatkan reputasi perusahaan serta memperkuat merek perusahaan. Dengan diterimanya konsep CSR, terutama triple bottom line, perusahaan mendapatkan kerangka baru dalam menempatkan berbagai kegiatan sosial di atas.

Kepedulian kepada masyarakat sekitar/relasi komunitas dapat diartikan sangat luas, namun secara singkat dapat dimengerti sebagai peningkatan partisipasi dan posisi organisasi di dalam sebuah komunitas melalui berbagai upaya kemaslahatan bersama bagi organisasi dan komunitas. CSR adalah bukan hanya sekedar kegiatan amal, di mana CSR mengharuskan suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar dengan sungguh-sungguh memperhitungkan akibat terhadap seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) perusahaan, termasuk lingkungan hidup. Perusahaan harus membuat keseimbangan antara kepentingan beragam pemangku kepentingan eksternal dengan kepentingan pemegang saham, yang merupakan salah satu pemangku kepentingan internal.

"dunia bisnis, selama setengah abad terakhir, telah menjelma menjadi institusi paling berkuasa diatas planet ini. Institusi yang dominan di masyarakat manapun harus mengambil tanggung jawab untuk kepentingan bersama....setiap keputusan yang dibuat, setiap tindakan yang diambil haruslah dilihat dalam kerangka tanggung jawab tersebut".

Sebuah definisi yang luas oleh World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) yaitu suatu suatu asosiasi global yang terdiri dari sekitar 200 perusahaan yang secara khusus bergerak dibidang "pembangunan berkelanjutan" (sustainable development) yang menyatakan bahwa:

"CSR adalah merupakan suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat ataupun masyarakat luas, bersamaan dengan peningkatan taraf hidup pekerjanya beserta seluruh keluarganya".

Tanggung jawab Sosial Perusahaan

1. Syarat bagi Tanggung Jawab Moral

Tindakan itu dijalankan oleh pribadi yang rasional

Bebas dari tekanan, ancaman, paksaan atau apapun.

Orang yang rela melakukan tindakan tertentu.

2. Status Perusahaan

Terdapat dua pandangan (Richard T. De George, Business Ethics, hlm.153), yaitu:

Legal-creator, perusahaan sepenuhnya ciptaan hukum, berdasarkan hukum.

Legal-recognition, suatu usaha bebas dan produktif.

Tanggung jawab sosial perusahaan hanya dinilai dan diukur berdasarkan sejauh mana perusahaan itu berhasil mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya (Milton Friedman,The Social Responsibilities of Business to Increase Its Profits, New York Times Magazine,13-09-1970)

Bentuk tanggung jawab legal :

Anggapan bahwa perusahaan tidak punya tanggung jawab moral sama saja dengan mengatakan bahwa kegiatan perusahaan bukanlah kegiatan yang dijalankan oleh manusia.

Tanggung jawab moral perusahaan dijalankan oleh staf manajemen.

Tanggung jawab legal tidak dapat dipisahkan dari tanggung jawab moral

Pada tingkat operasional bukan hanya staf manajemen yang memikul tanggung jawab sosial dan moral perusahaan ini, melainkan seluruh karyawan.

3. Lingkup Tanggung jawab Sosial

Keterlibatan perusahaan dalam kegiatan sosial yang berguna bagi kepentingan masyarakat luas.

Keuntungan ekonomis

4. Argumen yang Menentang Perlunya Keterlibatan Sosial Perusahaan

Tujuan utama Bisnis adalah Mengejar Keuntungan Sebesar-besarnya

Tujuan yang terbagi-bagi dan Harapan yang membingungkan

Biaya Keterlibatan Sosial

Kurangnya Tenaga Terampil di Bidang Kegiatan Sosial

5. Argumen yang Mendukung Perlunya Keterlibatan Sosial Perusahaan

Kebutuhan dan Harapan Masyarakat yang Semakin Berubah

Terbatasnya Sumber Daya Alam

Lingkungan Sosial yang Lebih Baik

Perimbangan Tanggung Jawab dan Kekuasaan

Bisnis Mempunyai Sumber Daya yang Berguna

Keuntungan Jangka Panjang

6. Implementasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Prinsip utama dalam suatu organisasi profesional, termasuk perusahaan, adalah bahwa struktur mengikuti strategi.

Artinya, struktur suatu organisasi didasarkan ditentukan oleh strategi dari organisasi atau perusahaan itu.

Strategi yang diwujudkan melalui struktur organisasi demi mencapai tujuan dan misi perusahaan perlu dievaluasi secara periodik, salah satu bentuk evaluasi yang mencakup nilai-nilai dan tanggung jawab sosial perusahaan adalah Audit Sosial.

Sumber :

http://id.wikipedia.org/wiki/Tanggung_jawab_sosial_perusahaan

Sabtu, 18 Desember 2010

ETIKA UTILITARIANISME DALAM BISNIS

BAB III

Etika Utilitarianisme Dalam Bisnis

Utilitarianisme-Penjelasan Singkat

  1. Utilitarianisme adalah oleh David Hume untuk menjawab moralitas yang saat itu mulai diterpa badai keraguan yang besar, tetapi pada saat yang sama masih tetap sangat terpaku pada aturan-aturan ketat moralitas yang tidak mencerminkan perubahan radikal di zamannya.
  2. Utilitarianisme secara utuh dirumuskan oleh Jeremy Bentham dan dikembangkan secara lebih luas oleh James Mill dan John Stuart Mill. Utilitarianisme terkadang disebut dengan Teori Kebahagiaan Terbesar yang mengajarkan tiap manusia untuk meraih kebahagiaan (kenikmatan) terbesar untuk orang terbanyak. Bentham memperkenalkan prinsip moral tertinggi yang disebutnya dengan ‘Asas Kegunaan atau Manfaat’ (the principle of utility).
  3. Maksud Asas Manfaat atau Kegunaan, kata Bentham, ialah asas yang menyuruh setiap orang untuk melakukan apa yang menghasilkan kebahagiaan atau kenikmatan terbesar yang diinginkan oleh semua orang untuk sebanyak mungkin orang atau untuk masyarakat seluruhnya. Oleh karena itu, menurut pandangan utilitarian, tujuan akhir manusia, mestilah juga merupakan ukuran moralitas. ungkapannya ‘tujuan menghalalkan cara’.
  4. Bentham memperkenalkan metode untuk memilih tindakan yang disebut dengan utility calculus, hedonistic calculus, atau felicity calculus. Menurutnya, pilihan moral harus dijatuhkan pada tindakan yang lebih banyak jumlahnya dalam memberikan kenikmatan daripada penderitaan yang dihasilkan oleh tindakan tersebut. Jumlah kenikmatan ditentukan oleh intensitas, durasi, kedekatan dalam ruang, produktivitas (kemanfaatan atau kesuburan), dan kemurnian (tidak diikuti oleh perasaan yang tidak enak seperti sakit atau kebosanan dan sejenisnya).
  5. Para utilitarian menyusun argumennya dalam tiga langkah berikut berkaitan dengan pembenaran euthanasia (mercy killing): (1). Perbuatan yang benar secara moral ialah yang paling banyak memberikan jumlah kenikmatan dan kebahagiaan pada manusia. (2). Setidaknya dalam beberapa kesempatan, perbuatan yang paling banyak memberikan jumlah kenikmatan dan kebahagiaan pada manusia bisa dicapai melalui euthanasia. (3). Euthanasia dapat dibenarkan secara moral. Sekalipun mungkin argumen di atas tampak bertentangan dengan agama, Bentham mengesankan bahwa agama akan mendukung, sudut-pandang utilitarian bilamana para pemeluknya benar-benar memegang pandangan mereka tentang Tuhan yang penuh kasih sayang.

Para utilitarian menolak eksperimen saintifik tertentu yang melibatkan binatang, lantaran kebahagiaan atau kenikmatan harus dipelihara terkait dengan semua makhluk yang bisa merasakannya terlepas apakah mukhluk berakal atau tidak. Utilitarianisme Klasik yang diusung oleh Jeremy Bentham, James Mill dan, anaknya, John Stuart Mill, dapat diringkas dalam tiga proposisi berikut: Pertama, semua tindakan mesti dinilai benar atau baik atau salah atau jelek semata-mata berdasarkan konsekuensi atau akibat. Kedua, dalam menilai konsekuensi atau akibat itu, satu-satunya hal yang penting adalah jumlah kebahagiaan atau penderitaan yang dihasilkannya. Tindakan yang benar adalah yang menghasilkan surplus kebahagiaan terbesar ketimbang penderitaan. Ketiga, dalam mengkalkulasi kebahagiaan atau penderitaan yang dihasilkan, tidak boleh kebahagiaan seseorang dianggap lebih penting daripada kebahagiaan orang lain. Kesejahteraan tiap orang sama penting dalam penilaian dan kalkulasi untuk memilih tindakan.

  1. Gagasan Utilitarianisme yang menyatakan bahwa ‘kebahagiaan itu adalah hal yang diinginkan dan satu-satunya tujuan yang diinginkan, semua hal lain diinginkan demi mencapai tujuan itu’ jelas mirip dengan gagasan Hedonisme. Hedonisme adalah keyakinan klasik bahwa kenikmatan, kebahagiaan atau kesenangan adalah kebaikan tertinggi dalam kehidupan. Istilah Hedonisme sendiri beasal dari kata Yunani yang bermakna kesenangan. Hanya saja, Epicurus, tokoh utama Hedonisme percaya bahwa manusia seharusnya mencari berbagai kesenangan daripada kebutuhan tubuh. Para penggugat Utilitarianisme mengajukan sejumlah keberatan. Antara lain, Asas Kegunaan itu sering bertentangan dengan aturan moral yang sudah mapan, seperti Jangan Berbohong, Jangan Mencuri, Jangan Membunuh.
  2. Kedua, Utilitarianisme cenderung mengunggulkan Asas Kegunaan (the Principle of Utility) atas Asas Keadilan atau Hak-hak seseorang. Misalnya, bila ada dua pihak yag bertikai di depan hukum. Salah satunya lebih kuat dan berkuasa daripada yang lain, sehingga kekalahan pihak yang lebih berkuasa akan mengakibatkan kesengsaraan atau penderitaan yang lebih besar pada pihak lawan dan orang-orang di sekitarnya; kaum Utilitarian akan memenangkan pihak yang lebih kuat demi mencapai sesedikit mungkin penderitaan, sekalipun untuk itu asas keadilan atau hak seseorang harus dikorbankan.
  3. Gugatan lain: karena Utilitarianisme secara eksklusif mengambil pertimbangan tentang konsekuensi yang akan terjadi, maka pandangannya selalu melupakan masa lalu. Misalnya, bila seseorang berjanji kepada adiknya untuk melakukan sesuatu, lalu mendadak dia harus mengerjakan sesuatu lain yang juga penting dengan janji tersebut, tetapi pekerjaan itu lebih menyenangkan baginya, maka kaum utilitarian akan memilih untuk melanggar janji itu. Dengan demikian, kaum utilitarian mengabaikan apa yang disebut dengan kawajiban moral.
  4. Untuk menjawab gugatan itu, kaum Utilitarian membedakan Utilitarianisme-Tindakan (Act-Utilitarianism) dengan Utilitarianisme-Kaidah (Rule-Utilitarianism). Utilitarianisme-Kaidah berpijak pada pandangan bahwa ‘Semua aturan perilaku umum yang cenderung memajukan kebahagiaan terbesar bagi orang terbanyak’ harus dikukuhkan. Jadi, dalam kasus aturan Jangan Berbohong, Utilitarianisme-Kaidah menyatakan bahwa tindakan yang berdasarkan aturan moral ini lebih sering menghasilkan konsekuensi kebahagiaan ketimbang Berbohonglah. Dengan demikian, aturan Jangan Berbohong sesuai dengan Utilitarianisme-Kaidah.
  5. Para penggugat kembali menyatakan bahwa gagasan Utilitarianisme-Kaidah terbalik dalam menilai banyak hal. Memiliki sahabat dan menghargai persahabatan karena memang itulah tindakan yang baik dan benar, sekalipun tidak tahu konsekuensi atau akibat dari persahabatan. Terbalik dengan gagasan Utilitarianisme yang mengajarkan untuk mencari kebahagiaan, dalam situasi ini bahwa persahabatan itu baik dan kita bahagia karena mengerjakan hal yang baik, dan bukan mencari sahabat karena dengan persahabatan dapat mencapai kebahagiaan.
  6. Pertanyaan yang paling sulit dijawab oleh kaum Utilitarian adalah: Apakah kebahagiaan yang dituju di sini bersifat permanen ataukah sementara, seringkali kebahagiaan yang bersifat sementara berlawanan dengan kebahagiaan yang bersifat permanen?
  7. Gugatan atas Utilitarianisme: utility merupakan sesuatu yang relatif. Dan menjadi ukuran baik-buruk moral bagi suatu tindakan.

Etika Utilitarianisme Dalam Bisnis

Dikembangkan pertama kali oleh Jeremi Bentham (1748 -1832).

Adalah tentang bagaimana menilai baik buruknya suatu kebijaksanaan sosial politik, ekonomi dan legal secara moral.

Kriteria dan Prinsip Etika Utilitarianisme

MANFAAT

MANFAAT TERBESAR

MANFAAT TERBESAR BAGI SEBANYAK MUNGKIN ORANG

Nilai Positif Etika Utilitarianisme

Rasionalitas.

Utilitarianisme sangat menghargai kebebasan setiap pelaku moral.

Universalitas.

Utilitarianisme sbg proses dan sebagai Standar Penilaian

Etika utilitarianisme digunakan sebagai proses untuk mengambil keputusan, kebijaksanaan atau untuk bertindak.

Etika utilitarianisme sebagai standar penilaian bagi tindakan atau kebijaksanaan yang telah dilakukan.

Analisis Keuntungan dan Kerugian

Dalam Etika Utilitarianisme, manfaat dan kerugian selalu dikaitkan dengan semua orang yang terkait, sehingga analisis keuntungan dan kerugian tidak lagi semata-mata tertuju langsung pada keuntungan bagi perusahaan.

Analisis keuntungan dan kerugian dalam kerangka Etika bisnis:

Keuntungan dan kerugian, cost and benefits, yang dianalisis tidak dipusatkan pada keuntungan dan kerugian perusahaan.

Analisis keuntungan dan kerugian tidak ditempatkan dalam kerangka uang.

Analisis keuntungan dan kerugian untuk jangka panjang

Langkah konkret yang perlu diambil dalam membuat kebijaksanaan bisnis , berkaitan dengan Analisis keuntungan dan kerugian :

Mengumpulkan dan mempertimbangkan alternatif kebijaksanaan dan kegiatan bisnis sebanyak-banyaknya.

Seluruh alternatif pilihan dalam analisis keuntungan dan kerugian, dinilai berdasarkan keuntungan yang menyangkut aspek-aspek moral.

Analisis Neraca keuntungan dan kerugian perlu dipertimbangkan dalam kerangka jangka panjang.

Kelemahan Etika Utilitarisme

Manfaat merupakan konsep yang begitu luas sehingga dalam kenyataan praktis akan menimbulkan kesulitan yang tidak sedikit.

Etika utilitarisme tidak pernah menganggap serius nilai suatu tindakan pada dirinya sendiri dan hanya memperhatikan nilai suatu tindakan sejauh berkaitan dengan akibatnya.

Etika utilitarisme tidak pernah menganggap serius kemauan baik seseorang.

Variabel yang dinilai tidak semuanya dapat dikualifikasi.

Seandainya ketiga kriteria dari etika utilitarisme saling bertentangan, maka akan ada kesulitan dalam menentukan proiritas di antara ketiganya.

Etika utilitarisme membenarkan hak kelompok minoritas tertentu dikorbankan demi kepentingan mayoritas.

Sumber :

http://books.google.co.id/books?id=5QzuFOFAxbUC&pg=PA93&lpg=PA93&dq=ETIKA+UTILITARIANISME+DALAM+BISNIS&source=bl&ots=dkHntgm8Nq&sig=3mlWWVtzzgA977RtSbPFeT13ppo&hl=id&ei=M6sNTdmwEYflrAfrotzLCw&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=6&ved=0CEAQ6AEwBQ#v=onepage&q=ETIKA%20UTILITARIANISME%20DALAM%20BISNIS&f=false

http://musakazhim.wordpress.com/2007/05/07/utilitarianisme-penjelasan-singkat/

BISNIS DAN ETIKA

BAB II

Mitos Bisnis Amoral

Mengungkapkan suatu keyakinan bahwa antara bisnis dan moralitas atau etika tidak ada hubungan sama sekali. Etika justru bertentangan dengan bisnis dan akan membuat pelaku bisnis kalah dalam persaingan bisnis yang ketat. Orang bisnis tidak perlu memperhatikan imbauan-imbauan, norma-norma dan nilai moral

Argumen:

1. Bisnis adalah suatu persaingan, sehingga pelaku bisnis harus berusaha dengan segala cara dan upaya untuk bisa menang.

2. Aturan yang dipakai dalam permainan penuh persaingan, berbeda dari aturan yang dikenal dalam kehidupan sosial sehingga tidak bisa dinilai dengan aturan moral dan sosial.

3. Orang bisnis yang mau mematuhi aturan moral atau etika akan berada pada posisi yang tidak menguntungkan

Mitos bisnis amoral tidak sepenuhnya benar

1. Beberapa perusahaan ternyata bisa berhasil karena memegang teguh kode etis dan komitmen moral tertentu.

2. Bisnis adalah bagian aktivitas yang penting dari masyarakat, sehingga norma atau nilai yang dianggap baik dan berlaku di masyarakat ikut dibawa serta dalam kegiatan bisnis.

3. Harus dibedakan antara legalitas dan moralitas

Suatu praktek atau kegiatan bisnis mungkin saja diterima secara legal karena ada dasar hukum, tetapi tidak diterima secara moral. Etika harus dibedakan dari ilmu empiris. Etika tidak mendasarkan norma atau prinsipnya pada kenyataan faktual yang terus berulang. Menurut Hume : dari kenyataan yang ada tidak bisa ditarik sebuah perintah normatif. Contoh : sogok, suap, kolusi, monopoli, nepotisme. Berbagai aksi protes yang mengecam berbagai pelanggaran dalam kegiatan bisnis menunjukkan bahwa bisnis harus dijalankan secara baik dan tetap mengindahkan norma-norma moral. Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah

1. Pengendalian diri

Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang "etis".

2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)

Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.

3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi

Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.

4. Menciptakan persaingan yang sehat

Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.

5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan"

Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng"eksploitasi" lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.

6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)

Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.

7. Mampu menyatakan yang benar itu benar

Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan "katabelece" dari "koneksi" serta melakukan "kongkalikong" dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi" serta memberikan "komisi" kepada pihak yang terkait.

8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah

Untuk menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.

9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama

Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada "oknum", baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan "kecurangan" demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan "gugur" satu semi satu.

10. Menumbuh kembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati

Jika etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.

Keutamaan Etika bisnis

Dalam bisnis modern, para pelaku bisnis dituntut untuk menjadi orang-orang profesional di bidangnya. Perusahaan yang unggul bukan hanya memiliki kinerja dalam bisnis,manajerial dan finansial yang baik akan tetapi juga kinerja etis dan etos bisnis yang baik. Dalam persaingan bisnis yang sangat ketat, maka konsumen benar-benar raja. Kepercayaan konsumen dijaga dengan memperlihatkan citra bisnis yang baik dan etis.

Dalam sistem pasar terbuka dengan peran pemerintah yang menjamin kepentingan dan hak bagi semua pihak, maka perusahaan harus menjalankan bisnisnya dengan baik dan etis. Perusahaan modern sangat menyadari bahwa karyawan bukanlah tenaga yang harus dieksploitasi demi mendapat keuntungan. Kenneth Blanchard dan Norman Vincent Peale: “perlakuan yang baik terhadap karyawan telah menaikkan keuntungan perusahaan sebesar 20% atau telah menurunkan harga produk perusahaan tersebut sebesar 20%

Sasaran dan Lingkup Etika Bisnis

1. Etika bisnis bertujuan untuk menghimbau pelaku bisnis agar menjalankan bisnisnya secara baik dan etis.

2. Untuk menyadarkan masyarakat khususnya konsumen, buruh atau karyawan dan masyarakat luas akan hak dan kepentingan mereka yang tidak boleh dilanggar oleh praktek bisnis siapapun juga.

3. Etika bisnis juga berbicara mengenai sistem ekonomi yang sangat menentukan etis tidaknya suatu praktek bisnis

Prinsip-prinsip Etika Bisnis.

1. Prinsip otonomi.

Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadaran sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan. Orang yang otonom adalah orang yang bebas mengambil keputusan dan tindakan serta bertanggung jawab atas keputusan dan tindakannya tersebut.

2. Prinsip Kejujuran

Kejujuran dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak

Kejujuran dalam penawaran barang dan jasa dengan mutu dan harga sebanding

Kejujuran dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan

3. Prinsip Keadilan

Prinsip keadilan menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai dengan kriteria yang rasional objektif dan dapat dipertanggung jawabkan

4. Prinsip Saling Menguntungkan

Prinsip ini menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak.Dalam bisnis yang kompetitif, prinsip ini menuntut agar persaingan bisnis haruslah melahirkan suatu win-win solution.

5. Prinsip Integritas Moral

Prinsip ini dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan agar dia menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baiknya atau nama baik perusahaan

Etos Bisnis

Etos bisnis adalah suatu kebiasaan atau budaya moral menyangkut kegiatan bisnis yang dianut dalam suatu perusahaan dari satu generasi ke generasi yang lain. Inti etos ini adalah pembudayaan atau pembiasaan penghayatan akan nilai, norma, atau prinsip moral tertentu yang dianggap sebagai inti kekuatan dari suatu perusahaan yang juga membedakannya dari perusahaan yang lain. Etos bisnis dibangun atas dasar visi atau filsafat bisnis pendiri perusahaan sebagai penghayatan tentang bisnis yang baik.

Relativitas Moral dalam Bisnis

Tiga pandangan umum yang dianut :

  1. Norma etis berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lain.

‘’Kalau di Roma, bertindaklah sebagaimana dilakukan orang roma’’( kubu komunitarian )Artinya perusahaan harus mengikuti norma dan aturan moral yang berlaku di negara itu

2. Norma sendirilah yang paling benar dan tepat

“Bertindaklah di mana saja sesuai dengan prinsip yang dianut dan berlaku di negaramu sendiri”. Pandangan ini mewakili kubu moralisme universal, bahwa pada dasarnya norma dan nilai moral berlaku universal (prinsip yang dianut sendiri juga berlaku di negara lain)

  1. Tidak ada norma moral yang perlu diikuti sama sekali (De George menyebutnya sebagai dengan”immoralis naif”)

Pandangan ini sama sekali tidak benar

1. Pendekatan stakeholder ialah cara mengamati dan menjelaskan secara analitis bagaimana berbagai unsur akan dipengaruhi dan juga mempengaruhi keputusan dan tindakan bisnis.

2. Memetakan hubungan-hubungan yang terjalin.

3. Pendekatan Stakeholder dalam kegiatan bisnis pada umumnya untuk memperlihatkan siapa saja yang mempunyai kepentingan, terkait, dan terlibat dalam bisnis itu.

4. Bisnis harus dijalankan sedemikian rupa agar hak dan kepentingan semua pihak terkait yang berkepentingan (stakeholders) dengan suatu kegiatan bisnis harus bisa dijamin, diperhatikan dan dihargai disebut tujuan imperatif.

5. Bermuara pada prinsip minimal : menuntut agar bisnis apapun perlu dijalankan secara baik dan etis demi menjamin kepentingan stakeholder

Kelompok stakeholders:

1. Kelompok primer : Pemilik modal atau saham, kreditor, karyawan, pemasok, konsumen, penyalur dan pesaing atau rekanan. Perusahaan harus menjalin relasi bisnis yang baik dan etis dengan kelompok ini

2. Kelompok sekunder : Pemerintah setempat, pemerintah asing, kelompok sosial, media massa, kelompok pendukung, masyarakat

Sumber :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1238/1/manajemen-ritha8.pdf