Minggu, 19 Desember 2010

BAB IV

TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN

Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (selanjutnya dalam artikel akan disingkat CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan. CSR berhubungan erat dengan "pembangunan berkelanjutan", perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang.

Perhatian terbesar dari peran perusahaan dalam masyarakat telah ditingkatkan yaitu dengan peningkatan kepekaan dan kepedulian terhadap lingkungan dan masalah etika. Masalah seperti perusakan lingkungan, perlakuan tidak layak terhadap karyawan, dan cacat produksi yang mengakibatkan ketidak nyamanan ataupun bahaya bagi konsumen adalah menjadi berita utama surat kabar. Peraturan pemerintah pada beberapa negara mengenai lingkungan hidup dan permasalahan sosial semakin tegas, juga standar dan hukum seringkali dibuat hingga melampaui batas kewenangan negara pembuat peraturan (misalnya peraturan yang dibuat oleh Uni Eropa. Beberapa investor dan perusahaam manajemen investasi telah mulai memperhatikan kebijakan CSR dari Surat perusahaan dalam membuat keputusan investasi mereka, sebuah praktek yang dikenal sebagai "Investasi bertanggung jawab sosial" (socially responsible investing).

Banyak pendukung CSR yang memisahkan CSR dari sumbangan sosial dan "perbuatan baik" (atau kedermawanan seperti misalnya yang dilakukan oleh Habitat for Humanity atau Ronald McDonald House), namun sesungguhnya sumbangan sosial merupakan bagian kecil saja dari CSR, menganjurkan dan mendorong para pekerjanya untuk sukarelawan (volunteer) dalam mengambil bagian pada proyek komunitas sehingga menciptakan suatu itikad baik dimata komunitas tersebut yang secara langsung akan meningkatkan reputasi perusahaan serta memperkuat merek perusahaan. Dengan diterimanya konsep CSR, terutama triple bottom line, perusahaan mendapatkan kerangka baru dalam menempatkan berbagai kegiatan sosial di atas.

Kepedulian kepada masyarakat sekitar/relasi komunitas dapat diartikan sangat luas, namun secara singkat dapat dimengerti sebagai peningkatan partisipasi dan posisi organisasi di dalam sebuah komunitas melalui berbagai upaya kemaslahatan bersama bagi organisasi dan komunitas. CSR adalah bukan hanya sekedar kegiatan amal, di mana CSR mengharuskan suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar dengan sungguh-sungguh memperhitungkan akibat terhadap seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) perusahaan, termasuk lingkungan hidup. Perusahaan harus membuat keseimbangan antara kepentingan beragam pemangku kepentingan eksternal dengan kepentingan pemegang saham, yang merupakan salah satu pemangku kepentingan internal.

"dunia bisnis, selama setengah abad terakhir, telah menjelma menjadi institusi paling berkuasa diatas planet ini. Institusi yang dominan di masyarakat manapun harus mengambil tanggung jawab untuk kepentingan bersama....setiap keputusan yang dibuat, setiap tindakan yang diambil haruslah dilihat dalam kerangka tanggung jawab tersebut".

Sebuah definisi yang luas oleh World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) yaitu suatu suatu asosiasi global yang terdiri dari sekitar 200 perusahaan yang secara khusus bergerak dibidang "pembangunan berkelanjutan" (sustainable development) yang menyatakan bahwa:

"CSR adalah merupakan suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat ataupun masyarakat luas, bersamaan dengan peningkatan taraf hidup pekerjanya beserta seluruh keluarganya".

Tanggung jawab Sosial Perusahaan

1. Syarat bagi Tanggung Jawab Moral

Tindakan itu dijalankan oleh pribadi yang rasional

Bebas dari tekanan, ancaman, paksaan atau apapun.

Orang yang rela melakukan tindakan tertentu.

2. Status Perusahaan

Terdapat dua pandangan (Richard T. De George, Business Ethics, hlm.153), yaitu:

Legal-creator, perusahaan sepenuhnya ciptaan hukum, berdasarkan hukum.

Legal-recognition, suatu usaha bebas dan produktif.

Tanggung jawab sosial perusahaan hanya dinilai dan diukur berdasarkan sejauh mana perusahaan itu berhasil mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya (Milton Friedman,The Social Responsibilities of Business to Increase Its Profits, New York Times Magazine,13-09-1970)

Bentuk tanggung jawab legal :

Anggapan bahwa perusahaan tidak punya tanggung jawab moral sama saja dengan mengatakan bahwa kegiatan perusahaan bukanlah kegiatan yang dijalankan oleh manusia.

Tanggung jawab moral perusahaan dijalankan oleh staf manajemen.

Tanggung jawab legal tidak dapat dipisahkan dari tanggung jawab moral

Pada tingkat operasional bukan hanya staf manajemen yang memikul tanggung jawab sosial dan moral perusahaan ini, melainkan seluruh karyawan.

3. Lingkup Tanggung jawab Sosial

Keterlibatan perusahaan dalam kegiatan sosial yang berguna bagi kepentingan masyarakat luas.

Keuntungan ekonomis

4. Argumen yang Menentang Perlunya Keterlibatan Sosial Perusahaan

Tujuan utama Bisnis adalah Mengejar Keuntungan Sebesar-besarnya

Tujuan yang terbagi-bagi dan Harapan yang membingungkan

Biaya Keterlibatan Sosial

Kurangnya Tenaga Terampil di Bidang Kegiatan Sosial

5. Argumen yang Mendukung Perlunya Keterlibatan Sosial Perusahaan

Kebutuhan dan Harapan Masyarakat yang Semakin Berubah

Terbatasnya Sumber Daya Alam

Lingkungan Sosial yang Lebih Baik

Perimbangan Tanggung Jawab dan Kekuasaan

Bisnis Mempunyai Sumber Daya yang Berguna

Keuntungan Jangka Panjang

6. Implementasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Prinsip utama dalam suatu organisasi profesional, termasuk perusahaan, adalah bahwa struktur mengikuti strategi.

Artinya, struktur suatu organisasi didasarkan ditentukan oleh strategi dari organisasi atau perusahaan itu.

Strategi yang diwujudkan melalui struktur organisasi demi mencapai tujuan dan misi perusahaan perlu dievaluasi secara periodik, salah satu bentuk evaluasi yang mencakup nilai-nilai dan tanggung jawab sosial perusahaan adalah Audit Sosial.

Sumber :

http://id.wikipedia.org/wiki/Tanggung_jawab_sosial_perusahaan

Sabtu, 18 Desember 2010

ETIKA UTILITARIANISME DALAM BISNIS

BAB III

Etika Utilitarianisme Dalam Bisnis

Utilitarianisme-Penjelasan Singkat

  1. Utilitarianisme adalah oleh David Hume untuk menjawab moralitas yang saat itu mulai diterpa badai keraguan yang besar, tetapi pada saat yang sama masih tetap sangat terpaku pada aturan-aturan ketat moralitas yang tidak mencerminkan perubahan radikal di zamannya.
  2. Utilitarianisme secara utuh dirumuskan oleh Jeremy Bentham dan dikembangkan secara lebih luas oleh James Mill dan John Stuart Mill. Utilitarianisme terkadang disebut dengan Teori Kebahagiaan Terbesar yang mengajarkan tiap manusia untuk meraih kebahagiaan (kenikmatan) terbesar untuk orang terbanyak. Bentham memperkenalkan prinsip moral tertinggi yang disebutnya dengan ‘Asas Kegunaan atau Manfaat’ (the principle of utility).
  3. Maksud Asas Manfaat atau Kegunaan, kata Bentham, ialah asas yang menyuruh setiap orang untuk melakukan apa yang menghasilkan kebahagiaan atau kenikmatan terbesar yang diinginkan oleh semua orang untuk sebanyak mungkin orang atau untuk masyarakat seluruhnya. Oleh karena itu, menurut pandangan utilitarian, tujuan akhir manusia, mestilah juga merupakan ukuran moralitas. ungkapannya ‘tujuan menghalalkan cara’.
  4. Bentham memperkenalkan metode untuk memilih tindakan yang disebut dengan utility calculus, hedonistic calculus, atau felicity calculus. Menurutnya, pilihan moral harus dijatuhkan pada tindakan yang lebih banyak jumlahnya dalam memberikan kenikmatan daripada penderitaan yang dihasilkan oleh tindakan tersebut. Jumlah kenikmatan ditentukan oleh intensitas, durasi, kedekatan dalam ruang, produktivitas (kemanfaatan atau kesuburan), dan kemurnian (tidak diikuti oleh perasaan yang tidak enak seperti sakit atau kebosanan dan sejenisnya).
  5. Para utilitarian menyusun argumennya dalam tiga langkah berikut berkaitan dengan pembenaran euthanasia (mercy killing): (1). Perbuatan yang benar secara moral ialah yang paling banyak memberikan jumlah kenikmatan dan kebahagiaan pada manusia. (2). Setidaknya dalam beberapa kesempatan, perbuatan yang paling banyak memberikan jumlah kenikmatan dan kebahagiaan pada manusia bisa dicapai melalui euthanasia. (3). Euthanasia dapat dibenarkan secara moral. Sekalipun mungkin argumen di atas tampak bertentangan dengan agama, Bentham mengesankan bahwa agama akan mendukung, sudut-pandang utilitarian bilamana para pemeluknya benar-benar memegang pandangan mereka tentang Tuhan yang penuh kasih sayang.

Para utilitarian menolak eksperimen saintifik tertentu yang melibatkan binatang, lantaran kebahagiaan atau kenikmatan harus dipelihara terkait dengan semua makhluk yang bisa merasakannya terlepas apakah mukhluk berakal atau tidak. Utilitarianisme Klasik yang diusung oleh Jeremy Bentham, James Mill dan, anaknya, John Stuart Mill, dapat diringkas dalam tiga proposisi berikut: Pertama, semua tindakan mesti dinilai benar atau baik atau salah atau jelek semata-mata berdasarkan konsekuensi atau akibat. Kedua, dalam menilai konsekuensi atau akibat itu, satu-satunya hal yang penting adalah jumlah kebahagiaan atau penderitaan yang dihasilkannya. Tindakan yang benar adalah yang menghasilkan surplus kebahagiaan terbesar ketimbang penderitaan. Ketiga, dalam mengkalkulasi kebahagiaan atau penderitaan yang dihasilkan, tidak boleh kebahagiaan seseorang dianggap lebih penting daripada kebahagiaan orang lain. Kesejahteraan tiap orang sama penting dalam penilaian dan kalkulasi untuk memilih tindakan.

  1. Gagasan Utilitarianisme yang menyatakan bahwa ‘kebahagiaan itu adalah hal yang diinginkan dan satu-satunya tujuan yang diinginkan, semua hal lain diinginkan demi mencapai tujuan itu’ jelas mirip dengan gagasan Hedonisme. Hedonisme adalah keyakinan klasik bahwa kenikmatan, kebahagiaan atau kesenangan adalah kebaikan tertinggi dalam kehidupan. Istilah Hedonisme sendiri beasal dari kata Yunani yang bermakna kesenangan. Hanya saja, Epicurus, tokoh utama Hedonisme percaya bahwa manusia seharusnya mencari berbagai kesenangan daripada kebutuhan tubuh. Para penggugat Utilitarianisme mengajukan sejumlah keberatan. Antara lain, Asas Kegunaan itu sering bertentangan dengan aturan moral yang sudah mapan, seperti Jangan Berbohong, Jangan Mencuri, Jangan Membunuh.
  2. Kedua, Utilitarianisme cenderung mengunggulkan Asas Kegunaan (the Principle of Utility) atas Asas Keadilan atau Hak-hak seseorang. Misalnya, bila ada dua pihak yag bertikai di depan hukum. Salah satunya lebih kuat dan berkuasa daripada yang lain, sehingga kekalahan pihak yang lebih berkuasa akan mengakibatkan kesengsaraan atau penderitaan yang lebih besar pada pihak lawan dan orang-orang di sekitarnya; kaum Utilitarian akan memenangkan pihak yang lebih kuat demi mencapai sesedikit mungkin penderitaan, sekalipun untuk itu asas keadilan atau hak seseorang harus dikorbankan.
  3. Gugatan lain: karena Utilitarianisme secara eksklusif mengambil pertimbangan tentang konsekuensi yang akan terjadi, maka pandangannya selalu melupakan masa lalu. Misalnya, bila seseorang berjanji kepada adiknya untuk melakukan sesuatu, lalu mendadak dia harus mengerjakan sesuatu lain yang juga penting dengan janji tersebut, tetapi pekerjaan itu lebih menyenangkan baginya, maka kaum utilitarian akan memilih untuk melanggar janji itu. Dengan demikian, kaum utilitarian mengabaikan apa yang disebut dengan kawajiban moral.
  4. Untuk menjawab gugatan itu, kaum Utilitarian membedakan Utilitarianisme-Tindakan (Act-Utilitarianism) dengan Utilitarianisme-Kaidah (Rule-Utilitarianism). Utilitarianisme-Kaidah berpijak pada pandangan bahwa ‘Semua aturan perilaku umum yang cenderung memajukan kebahagiaan terbesar bagi orang terbanyak’ harus dikukuhkan. Jadi, dalam kasus aturan Jangan Berbohong, Utilitarianisme-Kaidah menyatakan bahwa tindakan yang berdasarkan aturan moral ini lebih sering menghasilkan konsekuensi kebahagiaan ketimbang Berbohonglah. Dengan demikian, aturan Jangan Berbohong sesuai dengan Utilitarianisme-Kaidah.
  5. Para penggugat kembali menyatakan bahwa gagasan Utilitarianisme-Kaidah terbalik dalam menilai banyak hal. Memiliki sahabat dan menghargai persahabatan karena memang itulah tindakan yang baik dan benar, sekalipun tidak tahu konsekuensi atau akibat dari persahabatan. Terbalik dengan gagasan Utilitarianisme yang mengajarkan untuk mencari kebahagiaan, dalam situasi ini bahwa persahabatan itu baik dan kita bahagia karena mengerjakan hal yang baik, dan bukan mencari sahabat karena dengan persahabatan dapat mencapai kebahagiaan.
  6. Pertanyaan yang paling sulit dijawab oleh kaum Utilitarian adalah: Apakah kebahagiaan yang dituju di sini bersifat permanen ataukah sementara, seringkali kebahagiaan yang bersifat sementara berlawanan dengan kebahagiaan yang bersifat permanen?
  7. Gugatan atas Utilitarianisme: utility merupakan sesuatu yang relatif. Dan menjadi ukuran baik-buruk moral bagi suatu tindakan.

Etika Utilitarianisme Dalam Bisnis

Dikembangkan pertama kali oleh Jeremi Bentham (1748 -1832).

Adalah tentang bagaimana menilai baik buruknya suatu kebijaksanaan sosial politik, ekonomi dan legal secara moral.

Kriteria dan Prinsip Etika Utilitarianisme

MANFAAT

MANFAAT TERBESAR

MANFAAT TERBESAR BAGI SEBANYAK MUNGKIN ORANG

Nilai Positif Etika Utilitarianisme

Rasionalitas.

Utilitarianisme sangat menghargai kebebasan setiap pelaku moral.

Universalitas.

Utilitarianisme sbg proses dan sebagai Standar Penilaian

Etika utilitarianisme digunakan sebagai proses untuk mengambil keputusan, kebijaksanaan atau untuk bertindak.

Etika utilitarianisme sebagai standar penilaian bagi tindakan atau kebijaksanaan yang telah dilakukan.

Analisis Keuntungan dan Kerugian

Dalam Etika Utilitarianisme, manfaat dan kerugian selalu dikaitkan dengan semua orang yang terkait, sehingga analisis keuntungan dan kerugian tidak lagi semata-mata tertuju langsung pada keuntungan bagi perusahaan.

Analisis keuntungan dan kerugian dalam kerangka Etika bisnis:

Keuntungan dan kerugian, cost and benefits, yang dianalisis tidak dipusatkan pada keuntungan dan kerugian perusahaan.

Analisis keuntungan dan kerugian tidak ditempatkan dalam kerangka uang.

Analisis keuntungan dan kerugian untuk jangka panjang

Langkah konkret yang perlu diambil dalam membuat kebijaksanaan bisnis , berkaitan dengan Analisis keuntungan dan kerugian :

Mengumpulkan dan mempertimbangkan alternatif kebijaksanaan dan kegiatan bisnis sebanyak-banyaknya.

Seluruh alternatif pilihan dalam analisis keuntungan dan kerugian, dinilai berdasarkan keuntungan yang menyangkut aspek-aspek moral.

Analisis Neraca keuntungan dan kerugian perlu dipertimbangkan dalam kerangka jangka panjang.

Kelemahan Etika Utilitarisme

Manfaat merupakan konsep yang begitu luas sehingga dalam kenyataan praktis akan menimbulkan kesulitan yang tidak sedikit.

Etika utilitarisme tidak pernah menganggap serius nilai suatu tindakan pada dirinya sendiri dan hanya memperhatikan nilai suatu tindakan sejauh berkaitan dengan akibatnya.

Etika utilitarisme tidak pernah menganggap serius kemauan baik seseorang.

Variabel yang dinilai tidak semuanya dapat dikualifikasi.

Seandainya ketiga kriteria dari etika utilitarisme saling bertentangan, maka akan ada kesulitan dalam menentukan proiritas di antara ketiganya.

Etika utilitarisme membenarkan hak kelompok minoritas tertentu dikorbankan demi kepentingan mayoritas.

Sumber :

http://books.google.co.id/books?id=5QzuFOFAxbUC&pg=PA93&lpg=PA93&dq=ETIKA+UTILITARIANISME+DALAM+BISNIS&source=bl&ots=dkHntgm8Nq&sig=3mlWWVtzzgA977RtSbPFeT13ppo&hl=id&ei=M6sNTdmwEYflrAfrotzLCw&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=6&ved=0CEAQ6AEwBQ#v=onepage&q=ETIKA%20UTILITARIANISME%20DALAM%20BISNIS&f=false

http://musakazhim.wordpress.com/2007/05/07/utilitarianisme-penjelasan-singkat/

BISNIS DAN ETIKA

BAB II

Mitos Bisnis Amoral

Mengungkapkan suatu keyakinan bahwa antara bisnis dan moralitas atau etika tidak ada hubungan sama sekali. Etika justru bertentangan dengan bisnis dan akan membuat pelaku bisnis kalah dalam persaingan bisnis yang ketat. Orang bisnis tidak perlu memperhatikan imbauan-imbauan, norma-norma dan nilai moral

Argumen:

1. Bisnis adalah suatu persaingan, sehingga pelaku bisnis harus berusaha dengan segala cara dan upaya untuk bisa menang.

2. Aturan yang dipakai dalam permainan penuh persaingan, berbeda dari aturan yang dikenal dalam kehidupan sosial sehingga tidak bisa dinilai dengan aturan moral dan sosial.

3. Orang bisnis yang mau mematuhi aturan moral atau etika akan berada pada posisi yang tidak menguntungkan

Mitos bisnis amoral tidak sepenuhnya benar

1. Beberapa perusahaan ternyata bisa berhasil karena memegang teguh kode etis dan komitmen moral tertentu.

2. Bisnis adalah bagian aktivitas yang penting dari masyarakat, sehingga norma atau nilai yang dianggap baik dan berlaku di masyarakat ikut dibawa serta dalam kegiatan bisnis.

3. Harus dibedakan antara legalitas dan moralitas

Suatu praktek atau kegiatan bisnis mungkin saja diterima secara legal karena ada dasar hukum, tetapi tidak diterima secara moral. Etika harus dibedakan dari ilmu empiris. Etika tidak mendasarkan norma atau prinsipnya pada kenyataan faktual yang terus berulang. Menurut Hume : dari kenyataan yang ada tidak bisa ditarik sebuah perintah normatif. Contoh : sogok, suap, kolusi, monopoli, nepotisme. Berbagai aksi protes yang mengecam berbagai pelanggaran dalam kegiatan bisnis menunjukkan bahwa bisnis harus dijalankan secara baik dan tetap mengindahkan norma-norma moral. Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah

1. Pengendalian diri

Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang "etis".

2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)

Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.

3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi

Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.

4. Menciptakan persaingan yang sehat

Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.

5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan"

Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng"eksploitasi" lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.

6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)

Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.

7. Mampu menyatakan yang benar itu benar

Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan "katabelece" dari "koneksi" serta melakukan "kongkalikong" dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi" serta memberikan "komisi" kepada pihak yang terkait.

8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah

Untuk menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.

9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama

Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada "oknum", baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan "kecurangan" demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan "gugur" satu semi satu.

10. Menumbuh kembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati

Jika etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.

Keutamaan Etika bisnis

Dalam bisnis modern, para pelaku bisnis dituntut untuk menjadi orang-orang profesional di bidangnya. Perusahaan yang unggul bukan hanya memiliki kinerja dalam bisnis,manajerial dan finansial yang baik akan tetapi juga kinerja etis dan etos bisnis yang baik. Dalam persaingan bisnis yang sangat ketat, maka konsumen benar-benar raja. Kepercayaan konsumen dijaga dengan memperlihatkan citra bisnis yang baik dan etis.

Dalam sistem pasar terbuka dengan peran pemerintah yang menjamin kepentingan dan hak bagi semua pihak, maka perusahaan harus menjalankan bisnisnya dengan baik dan etis. Perusahaan modern sangat menyadari bahwa karyawan bukanlah tenaga yang harus dieksploitasi demi mendapat keuntungan. Kenneth Blanchard dan Norman Vincent Peale: “perlakuan yang baik terhadap karyawan telah menaikkan keuntungan perusahaan sebesar 20% atau telah menurunkan harga produk perusahaan tersebut sebesar 20%

Sasaran dan Lingkup Etika Bisnis

1. Etika bisnis bertujuan untuk menghimbau pelaku bisnis agar menjalankan bisnisnya secara baik dan etis.

2. Untuk menyadarkan masyarakat khususnya konsumen, buruh atau karyawan dan masyarakat luas akan hak dan kepentingan mereka yang tidak boleh dilanggar oleh praktek bisnis siapapun juga.

3. Etika bisnis juga berbicara mengenai sistem ekonomi yang sangat menentukan etis tidaknya suatu praktek bisnis

Prinsip-prinsip Etika Bisnis.

1. Prinsip otonomi.

Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadaran sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan. Orang yang otonom adalah orang yang bebas mengambil keputusan dan tindakan serta bertanggung jawab atas keputusan dan tindakannya tersebut.

2. Prinsip Kejujuran

Kejujuran dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak

Kejujuran dalam penawaran barang dan jasa dengan mutu dan harga sebanding

Kejujuran dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan

3. Prinsip Keadilan

Prinsip keadilan menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai dengan kriteria yang rasional objektif dan dapat dipertanggung jawabkan

4. Prinsip Saling Menguntungkan

Prinsip ini menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak.Dalam bisnis yang kompetitif, prinsip ini menuntut agar persaingan bisnis haruslah melahirkan suatu win-win solution.

5. Prinsip Integritas Moral

Prinsip ini dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan agar dia menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baiknya atau nama baik perusahaan

Etos Bisnis

Etos bisnis adalah suatu kebiasaan atau budaya moral menyangkut kegiatan bisnis yang dianut dalam suatu perusahaan dari satu generasi ke generasi yang lain. Inti etos ini adalah pembudayaan atau pembiasaan penghayatan akan nilai, norma, atau prinsip moral tertentu yang dianggap sebagai inti kekuatan dari suatu perusahaan yang juga membedakannya dari perusahaan yang lain. Etos bisnis dibangun atas dasar visi atau filsafat bisnis pendiri perusahaan sebagai penghayatan tentang bisnis yang baik.

Relativitas Moral dalam Bisnis

Tiga pandangan umum yang dianut :

  1. Norma etis berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lain.

‘’Kalau di Roma, bertindaklah sebagaimana dilakukan orang roma’’( kubu komunitarian )Artinya perusahaan harus mengikuti norma dan aturan moral yang berlaku di negara itu

2. Norma sendirilah yang paling benar dan tepat

“Bertindaklah di mana saja sesuai dengan prinsip yang dianut dan berlaku di negaramu sendiri”. Pandangan ini mewakili kubu moralisme universal, bahwa pada dasarnya norma dan nilai moral berlaku universal (prinsip yang dianut sendiri juga berlaku di negara lain)

  1. Tidak ada norma moral yang perlu diikuti sama sekali (De George menyebutnya sebagai dengan”immoralis naif”)

Pandangan ini sama sekali tidak benar

1. Pendekatan stakeholder ialah cara mengamati dan menjelaskan secara analitis bagaimana berbagai unsur akan dipengaruhi dan juga mempengaruhi keputusan dan tindakan bisnis.

2. Memetakan hubungan-hubungan yang terjalin.

3. Pendekatan Stakeholder dalam kegiatan bisnis pada umumnya untuk memperlihatkan siapa saja yang mempunyai kepentingan, terkait, dan terlibat dalam bisnis itu.

4. Bisnis harus dijalankan sedemikian rupa agar hak dan kepentingan semua pihak terkait yang berkepentingan (stakeholders) dengan suatu kegiatan bisnis harus bisa dijamin, diperhatikan dan dihargai disebut tujuan imperatif.

5. Bermuara pada prinsip minimal : menuntut agar bisnis apapun perlu dijalankan secara baik dan etis demi menjamin kepentingan stakeholder

Kelompok stakeholders:

1. Kelompok primer : Pemilik modal atau saham, kreditor, karyawan, pemasok, konsumen, penyalur dan pesaing atau rekanan. Perusahaan harus menjalin relasi bisnis yang baik dan etis dengan kelompok ini

2. Kelompok sekunder : Pemerintah setempat, pemerintah asing, kelompok sosial, media massa, kelompok pendukung, masyarakat

Sumber :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1238/1/manajemen-ritha8.pdf

Minggu, 21 November 2010

ETIKA BISNIS

BAB 1b

BISNIS : SEBUAH PROFESI ETIS

Globalisasi ekonomi tidak membuat hidup semua umat manusia di dunia ini lebih sejahtera dan tidak pula secara automatis menghilangkan kemiskinan. Pada tingkat lokal, perkembangan bisnis kontemporer telah memunculkan persoalan-persoalan etis seperti tingginya tingkat kejahatan korupsi, dan terjadinya ketidakadilan sosial yang bersifat nasional. Munculnya persoalan-persoalan tersebut telah menumbuhkan kesadaran etis akan perlunya konsep etika memasuki wilayah bisnis. Perusahaan-perusahaan besar, saat ini mempunyai kecenderungan-kecenderungan baru untuk mengimplementasikan etika bisnis sebagai visi masyarakat yang bertanggung-jawab secara sosial dan ekonomis. Penerapan kode etik sebagai standar perilaku korporasi dan individu dipandang perlu untuk menjamin kelangsungan usaha dalam persaingan bisnis di era pasar bebas.

Kode Etik Perusahaan menjabarkan prinsip-prinsip yang menjadi landasan berperilaku baik bagi perusahaan sebagai badan usaha maupun bagi setiap individu yang terlibat didalamnya. Para pelaku bisnis mulai mengembangkan, menerapkan sistem dan paradigma baru dalam pengelolaan bisnis yaitu Prinsip-prinsip Tata Kelola Perusahaan yang baik (Good Corporate Governance, disingkat GCG) sebagai bentuk pengembangan kode etik. Pemicu utama berkembangnya kebutuhan akan praktik-praktik Tata Kelola Perusahaan yang baik sebagai akibat terjadinya kebangkrutan perusahaan-perusahaan ternama dunia. Di Indonesia, banyak perusahaan yang bangkrut diindikasikan sebagai akibat belum menerapkan prinsip-prinsip GCG, disamping banyaknya praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Implementasi GCG dalam perusahaan salah satunya adalah penerapan Corporate Social Responsibility (CSR).

Bisnis, bisa menjadi sebuah profesi etis, bila :

  1. Ditunjang oleh sistem politik ekonomi yang kondusif

- aturan yang jelas dan fair

- kepastian keberlakuan aturan tersebut

- aturan hukum yg mengatur kegiatan bisnis

- sistem pemerintahan yg adil dan efektif

  1. Prinsip-prinsip etis untuk berbisnis yang baik

1. Etika Terapan

Etika sebagai Refleksi adalah pemikiran moral. Etika sebagai refleksi krisis rasional meneropongi dan merefleksi kehidupan manusia dengan mendasarkan diri pada norma dan nilai moral yang ada di satu pihak dan situasi khusus dari bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang dilakukan setiap orang atau kelompok orang dalam suatu masyarakat. Dalam etika sebagai refleksi kita berfikir tentang apa yang dilakukan dari khususnya tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Etika sebagai refleksi menyoroti dan menilai baik buruknya perilaku orang. Etika dalam arti ini dapat dijalankan pada taraf populer maupun ilmiah

Etika individual dan etika sosial berkaitan erat satu sama lain. Karena kewajiban seseorang terhadap dirinya berkaitan langsung dan dalam banyak hal mempengaruhi pula kewajibannya terhadap orang lain, dan demikian pula sebaliknya. Secara umum Etika dibagi menjadi :

a. Etika Umum berbicara mengenai norma dan nilai moral, kondisi-kondisi dasar bagi manusia untuk bertindak secara etis, bagaiman manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika, lembaga-lembaga normatif dan semacamnya.

b. Etika Khusus adalah penerapan prinsip-prinsip atau norma-norma moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Etika Khusus dibagi menjadi 3 :

  1. Etika Individual lebih menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.
  2. Etika Sosial berbicara mengenai kewajiban dan hak, sikap dan pola perilaku manusia sebagai makhluk sosial dlm interaksinya dengan sesamanya.
  3. Etika Lingkungan Hidup, berbicara mengenai hubungan antara manusia baik sebagai kelompok dengan lingkungan alam yang lebih luas dalam totalitasnya, dan juga hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya yang berdampak langsung atau tidak langsung pada lingkungan hidup secara keseluruhan. Etika Lingkungan dapat berupa :
    1. Cabang dari etika sosial, sejauh menyangkut hubungan antara manusia dg manusia yg berdampak pada lingkungan)
    2. Berdiri sendiri, sejauh menyangkut hubungan antara manusia dengan lingkungannya

Menurut Apollo Daito (2007:20) kerangka pemikiran adalah untuk menjawab secara rasional masalah yang telah dirumuskan dan diidentifikasikan (mengapa fenomena itu terjadi) dengan mengalirkan jalan pikiran dari pangkal piker (premis) berdasarkan patokan pikir sampai pada pemikiran menurut kerangka logis.

Kode Etik

Premis 1

L. Sinuor Yosephus (2010:284-289) Kode etik merupakan sekumpulan azas-azas atau norma-norma moral yang mengatur perilaku sekelompok orang yang tergabung dalam suatu profesi tertentu.

Premis 2

Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku.(Sucipto 2010)

Premis 3

Kode etik yaitu norma yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku sehari- hari di masyarakat maupun di tempat kerja. Kode etik profesi dapat menjadi penyeimbang segi-segi negatif dari suatu profesi, sehingga kode etik merupakan penunjuk arah moral bagi suatu profesi dan sekaligus juga menjamin mutu moral profesi itu di mata masyarakat. (Warta Warga, Univ. Gunadarma, 2010)

Premis 4

Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari.(Erfan Rudi, S.Kom,2008)

GCG

Premis 1

L. Sinuor Yosephus (2010:284-289) dalam arti sempit berarti pelaksanaan tugas dan kewajiban semua pihak demi peningkatan kinerja sebuah perusahaan. Dalam arti luas GCG merupakan ilmu sekaligus seni. Sebagai seni GCG merupakan kaidah atau azas yang memampukan perusahaan untuk menciptakan equilibrium diantara keberagaman kepentingan stakeholders.

Premis 2

Kumpulan hukum, peraturan dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat secara keseluruhan. (World Bank)

Premis 3

GCG merupakan system pengendalian dan pengaturan perusahaan yang dapat dilihat dari mekanisme hubungan antara berbagai pihak yang mengurus perusahaan (hard definition) maupun ditinjau dari nilai-nilai yang terkandung dari mekanisme pengelolaan itu sendiri (soft definition). (Tim BPKP)

Premis 4

(Mas Achmad Daniri, 2004) tata kelola perusahaan yang memberikan jaminan berlangsungnya sistem dan proses pengambilan keputusan organ perusahaan berlandaskan pada prinsip keadilan, transparan, bertanggung jawab, dan akuntabel. Dalam proses pengambilan keputusan, organ perusahaan ini juga terkait dengan stakeholders perusahaan, seperti kreditor, pemasok (supplier), masyarakat, konsumen, pemerintah, media, dan lembaga swadaya masyarakat.

Corporate Social Responsibility (CSR)

Premis 1

L. Sinuor Yosephus (2010:290-306) merupakan tanggung jawab perusahaan atau korporasi yang diawali dengan keberhasilan ekonomis perusahaan karena dijalankan sesuai dengan norma-norma hokum dan terdorong oleh keperdulian moral yang terwujud dalam kegiatan-kegiatan philantropik.

Premis 2

(Mas Achmad Daniri: 2005)Tanggung jawab moral suatu perusahaan terhadap parastra tegic-stakeholders ,terutama komunitas atau masyarakat disekitar wilayah kerjanya.

Premis 3

Suatu komitmen dari perusahaan untuk berperilaku etis (behavioral ethics) dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable economic development). (World Business Council on Sustainable Development,W BC SD)

Premis 4

Sebuah pendekatan dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian social di dalam operasi bisnis mereka dan dalam interkasi mereka dengan para stakeholder berdasarkan prinsip kemitraan dan kesukarelaan (Nuryana, 2005)

2. Etika Profesi

a. Pengertian Profesi

Profesi dapat dirumuskan sebagai pekerjaan yang dilakukan sebagai nafkah hidup dengan mengandalkan keahlian dan keterampilan yang tinggi dan dengan melibatkan komitmen pribadi (moral) yang mendalam.

Orang Profesional adalah orang yang melakukan suatu pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan keahlian dan ketrampilan yg tinggi serta punya komitmen pribadi yg mendalam atas pekerjaannya itu. Atau

Orang yang profesional adalah orang yang melakukan suatu pekerjaan karena ahli di bidang tersebut dan meluangkan seluruh waktu, tenaga, dan perhatiannya untuk pekerjan tersebut.

b. Ciri-ciri Profesi

- Adanya keahlian dan ketrampilan khusus

- Adanya komitmen moral yang tinggi

- Biasanya orang yg profesional adalah orang yg hidup dari profesinya

- Pengabdian kepada masyarakat

- Pada profesi luhur biasanya ada izin khusus untuk menjalankan profesi tersebut.

- Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu organisasi profesi

Adanya komitmen moral yang tinggi

Komitmen moral ini biasanya dituangkan, khususnya untuk profesi yang luhur dalam bentuk aturan khusus yang menjadi pegangan bagi setiap orang yang mengemban profesi yang bersangkutan.

Aturan main dlm menjalankan atau mengemban profesi tersebut biasanya disebut Kode Etik. Ada 2 sasaran pokok dari kode etik, yaitu :

a. kode etik bermaksud melindungi masyarakat dari kemungkinan dirugikan oleh kelalaian entah secara sengaja atau tidak sengaja dari kaum profesional

b. kode etik bertujuan melindungi keluhuran profesi tsb dari perilaku-perilaku bobrok orang-orang tertentu yang mengaku diri profesional

Biasanya orang yang profesional adalah orang yang hidup dari profesinya

ini berarti ia hidup sepenuhnya dari profesi ini

Ini berarti profesinya telah membentuk identitas orang tersebut. Ia tidak bisa lagi dipisahkan dari profesi itu, berarti ia menjadi dirinya berkat dan melalui profesinya

Pengabdian kepada masyarakat

Adanya komitmen moral yang tertuang dalam kode etik profesi ataupun sumpah jabatan menyiratkan bahwa orang-orang yang mengemban profesi tertentu, khususnya profesi luhur, lebih mendahulukan dan mengutamakan kepentingan masyarakat daripada kepentingan pribadinya.

Profesi luhur biasanya ada izin khusus untuk menjalankan profesi tersebut

Keberadaan izin khusus, karena menyangkut kepentingan orang banyak, dan terkait dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup, kesehatan dan sebagainya.

Izin khusus bertujuan untuk melindungi masyarakat dari pelaksanaan profesi yg tdk becus. Atau izin merupakan bentuk perlindungan awal atas kepentingan masyarakat

Izin juga sesungguhnya merupakan tanda bahwa orang tersebut mempunyai keahlian, ketrampilan dan komitmen moral yang diandalkan dan dapat dipercaya

Wujud dari izin, bisa berbentuk surat izin, sumpah, kaul, atau pengukuhan resmi di depan umum. Yang berhak memberi izin adalah negara sebagai penjamin tertinggi kepentingan masyarakat.

Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu organisasi profesi

Contoh : IDI, IAI

Tujuan organisasi profesi ini terutama adalah untuk menjaga dan melindungi keluhuran profesi tersebut.

Tugas Pokoknya adalah menjaga agar standar keahlian dan ketrampilan tidak dilanggar, kode etik tidak dilanggar, dan berarti menjaga agar kepentingan masyarakat tidak dirugikan oleh pelaksanaan profesi tersebut oleh anggota manapun

c. Prinsip-prinsip Etika Profesi

1. Prinsip tanggung jawab:

- Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan dan terhadap hasilnya

- Bertanggung jawab atas dampak profesinya ini terhadap kehidupan orang lain, khususnya kepentingan orang-orang yang dilayani.

Bentuk : mengganti kerugian, pengakuan jujur dan tulus secara moral sebagai telah melakukan kesalahan, mundur dari jabatan dan sebagainya.

2.Prinsip Keadilan

Prinsip ini terutama menuntut orang yang profesional agar dalam menjalankan profesinya ia tidak merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu, khususnya orang-orang yang dilayani dalam rangka profesinya

3. Prinsip Otonomi

Prinsip yang dituntut oleh kalangan profesional terhadap dunia luar agar mereka diberi kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya. Karena hanya kaum profesional ahli dan terampil dalam bidang profesinya, tidak boleh ada pihak luar yang ikut campur tangan dalam pelaksanaan profesi tersebut.

Batas-batas prinsip otonomi :

Tanggung jawab dan komitmen profesional (keahlian dan moral) atas kemajuan profesi tersebut serta (dampaknya pada) kepentingan masyarakat

Kendati pemerintah di tempat pertama menghargai otonomi kaum profesional, pemerintah tetap menjaga, dan pada waktunya malah ikut campur tangan, agar pelaksanaan profesi tertentu tidak sampai merugikan kepentingan umum.

4. Prinsip Integritas Moral

Prinsip ini merupakan tuntutan kaum profesional atas dirinya sendiri bahwa dalam menjalankan tugas profesinya ia tidak akan sampai merusak nama baiknya serta citra dan martabat profesinya.

3. Menuju Bisnis sebagai Profesi Luhur

Sesungguhnya bisnis bukanlah merupakan profesi, kalau bisnis dianggap sebagai pekerjaan kotor, kedati kata profesi, profesional dan profesionalisme sering begitu diobral dalam kaitan dengan kegiatan bisnis. Namun dipihak lain tidak dapat disangkal bahwa ada banyak orang bisnis dan juga perusahaan yang sangat menghayati pekerjaan dan kegiatan bisnisnya sebagai sebuah profesi. Mereka tidak hanya mempunyai keahlian dan ketrampilan yang tinggi tapi punya komitmen moral yang mendalam. Karena itu, bukan tidak mungkin bahwa bisnis pun dapat menjadi sebuah profesi dalam pengertian sebenar-benarnya bahkan menjadi sebuah profesi luhur.

a. Pandangan Praktis-Realistis

Pandangan ini bertumpu pada kenyataan yang diamati berlaku dalam dunia bisnis dewasa ini. Pandangan ini didasarkan pada apa yang umumnya dilakukan oleh orang-orang bisnis. Pandangan ini melihat bisnis sebagai suatu kegiatan di antara manusia yang menyangkut memproduksi, menjual dan membeli barang dan jasa untuk memperoleh keuntungan

Bisnis adalah suatu kegiatan Profit Making. Dasar pemikirannya adalah bahwa orang yang terjun ke dalam bisnis tidak punya keinginan dan tujuan lain selain ingin mencari keuntungan. Kegiatan bisnis adalah kegiatan ekonomis dan bukan kegiatan sosial. Karena itu, keuntungan itu sah untuk menunjang kegiatan bisnis. Tanpa keuntungan bisnis tidak bisa jalan

Asumsi Adam Smith :

Dlm masyarakat modern telah terjadi pembagian kerja di mana setiap orang tidak bisa lagi mengerjakan segala sesuatu sekaligus dan bisa memenuhi semua kebutuhan hidupnya sendiri

Semua orang tanpa terkecuali mempunyai kecenderungan dasar untuk membuat kondisi hidupnya menjadi lebih baik.

b. Pandangan Ideal

1. Disebut pandangan ideal, karena dlm kenyataannya masih merupakan suatu hal yang ideal mengenai dunia bisnis. Sebagai pandangan yang ideal pandangan ini baru dianut oleh segelintir orang yang dipengaruhi oleh idealisme tertentu berdasarkan nilai tertentu yang dianutnya.

2. Menurut pandangan ini, bisnis tidak lain adalah suatu kegiatan diantara manusia yang menyangkut memproduksi, menjual, dan membeli barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

3. Dasar pemikirannya adalah pertukaran timbal balik secara fair di antara pihak-pihak yang terlibat. Maka yg mau ditegakkan dlm bisnis yg menyangkut pandangan ini adalah keadilan komutatif, khususnya keadilan tukar atau pertukaran dagang yang fair.

4. Menurut Adam Smith, pertukaran dagang terjadi karena satu orang memproduksi lebih banyak barang tertentu sementara ia sendiri membutuhkan barang lain yang tidak bisa dibuatnya sendiri.

5. Menurut Matsushita (pendiri perusahan Matsushita Inc di Jepang), tujuan bisnis sebenarnya bukanlah mencari keuntungan melainkan untuk melayani kebutuhan masyarakat. Sedangkan keuntungan tidak lain hanyalah simbol kepercayaan masyarakat atas kegiatan bisnis suatu perusahaan. Artinya, karena masyarakat merasa kebutuhan hidupnya dipenuhi secara baik mereka akan menyukai produk perusahaan tersebut yang memang dibutuhkannya tapi sekaligus juga puas dengan produk tersebut.

6. Dengan melihat kedua pandangan berbeda di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa citra jelek dunia bisnis sedikit banyaknya disebabkan oleh pandangan pertama yang melihat bisnis sekadar sebagai mencari keuntungan.

7. Atas dasar ini, persoalan yang dihadapi di sini adalah bagaimana mengusahakan agar keuntungan yg diperoleh ini memang wajar, halal, dan fair. Terlepas dari pandangan mana yg dianut, keuntungan tetap menjadi hal pokok bagi bisnis. Masalahnya adalah apakah mengejar keuntungan lalu berarti mengabaikan etika dan moralitas? Yang penting adalah bagaimana keuntungan ini sendiri tercapai

8. Salah satu upaya untuk membangun bisnis sebagai profesi yang luhur adalah dengan membentuk, mendukung dan memperkuat organisasi profesi. Melalui organisasi profesi tersebut bisnis bisa dikembangkan sebagai sebuah profesi dalam pengertian sebenar-benarnya sebagaimana dibahas disini, kalau bukan menjadi profesi luhur.

Sumber : http://www.scribd.com/doc/35519897/Tugas-Etika-Bisnis-Dan-Profesi

Daftar Pustaka

http://www.bpkp.go.id, data diunduh pada 20 April 2010

Daniri, Mas Achmad ,Good Corporate Governance, Konsep dan Penerapannya Dalam Konteks Indonesia,PT Ray Indonesia, Agustus 2005, Jakarta

Emirzon, Joni,REGULATORY DRIVEN DALAM IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA PERUSAHAAN DI INDONESIA, Jurnal Manajemen & Bisnis Universitas Sriwijaya Vol. 4, No. 8 , 2006